Oleh : Trisna Nurdiaman
Stratifikasi sosial merupakan sebuah sistem pelapisan masyarakat ke
dalam kelas-kelas sosial. Salah satu teori yang terkenal menganai stratifikasi
sosial adalah teori stratifikasi fungsional yang dikemukakan oleh Kingsley
Davis dan Wilbert Moore (1945). Mereka memandang bahwa stratifikasi merupakan
sesuatu hal yang universal dan diperlukan dalam masyarakat. Mereka berargumen
bahwa tidak ada masyarakat yang pernah tidak terstratifikasi atau tidak
berkelas secara total (George Ritzer, 2014:404). Menurut mereka stratifikasi
sosial merupakan suatu “kebutuhan fungsional” bagi setiap masyarakat. Stratifikasi
sosial terjadi karena adanya sesuatu hal yang dihargai dan suatu posisi dalam
masyarakat yang dianggap lebih penting dibanding posisi-posisi yang lainnya.
Posisi yang berjenjang tinggi dalam suatu masyarakat mengharuskan
para individu yang ada dalam posisi tersebut untuk memiliki kemampuan dan
talenta yang tinggi. Masyarakat harus memberikan penghargaan-penghargaan yang
cukup bagi posisi-posisi tersebut agar cukup banyak orang yang berusaha mendudukinya
dan agar para individu yang pada akhirnya benar-benar mendudukinya akan bekerja
dengan rajin (George Ritzer, 2014:404).
Proses terjadinya stratifikasi sosial tersebut terjadi secara
perlahan dan dikembangkan secara tidak sadar oleh masyarakat. Meskipun
dilakukan secara tidak sadar, proses terjadinya stratifikasi sosial tersebut
tetap terjadi karena adanya suatu keadaan yang memaksa dan mengharuskan
masyarakat untuk memberikan penghargaan dan penghormatan bagi suatu pekerjaan
yang tidak bisa dilakukan oleh orang banyak.
Misalnya status dan peranan dokter dalam masyarakat yang tentu saja
sangat penting bagi kesehatan masyarakat tersebut. Namun, untuk menjadi seorang
dokter diperlukan kerja keras untuk memperoleh keahlian tersebut dan biaya
pendidikan yang mahal. Tentu saja hal tersebut akan menghasilkan suatu kondisi
dimana tidak semua orang mau berkorban demi menempati posisi tersebut. Oleh
sebab itu, untuk memastikan agar ada orang yang mau menepati posisi tersebut,
masyarakat harus memberikan penghargaan bagi mereka yang menempati posisi
tersebut dengan cara memberikan prestise yang tinggi, gaji yang besar dan waktu
luang yang memadai.
Konsep stratifikasi fungsional yang dikemukakan oleh Kingsley Davis
dan Wilbert Moore merupakan sesuatu hal yang nyata dan benar-benar terjadi
dalam masyarakat. Posisi-posisi yang sulit untuk dicapai karena membutuhkan
pengorbanan yang besar secara tidak langsung membuat masyarakat terdorong untuk
memberikan kedudukan yang lebih dibanding status-status yang lainnya. Akan
tetapi, tentu saja struktur-stratifikasi sosial tersebut selain fungsional juga
bersifat disfungsional bagi masyarakat sebagaimana konsep yang telah
dikemukakan oleh Robert K. Merton. Suatu pranata atau institusi tertentu dapat
fungsional bagi suatu unit sosial tertentu dan sebaliknya disfungsional bagi
unit sosial yang lain (George Riter, 2014:22). Seberapa tinggi penghargaan yang
diberikan terhadap suatu status tidak diukur oleh “seberapa penting” peranan
yang dijalankan, melainkan oleh ”seberapa susah” status tersebut
didapatkan. Hal tersebut berdampak pada terjadinya marjinalisasi status dan
peranan yang banyak dijumpai atau tidak langka.
Memang cukup aneh apabila kita memperhatikan lebih jauh stratifikasi
sosial yang terjadi di masyarakat. Hukum yang berlaku dalam stratifikasi sosial
hampir mirip dengan hukum pasar bebas dimana mekanisme harga dipengaruhi oleh
permintaan, penawaran dan kelangkaan. Suatu kedudukan yang memiliki harga
(prestise) tinggi biasanya bersifat langka. Semakin tinggi suatu kedudukan maka
semakin sedikit kuantitas / kuota yang ditawarkan oleh suatu sistem sosial
dalam masyarakat. Kelangkaan status tersebut membuat harga dan prestise yang
diberikan semakin tinggi. Tingginya penghargaan bagi status dan peranan yang
langka tersebut membuat jumlah pemintaan untuk menduduki posisi tersebut
berbanding sebaliknya dengan penawaran yang disediakan.
Misalnya antara PETANI dan PRESIDEN, mana diantara
kedua status tersebut yang memiliki peranan lebih penting? Orang “Bodoh” mungkin
mengatakan bahwa presidenlah yang lebih penting, namun pada kenyataannya justru
petanilah yang menjalankan peranan yang lebih penting dibanding peranan
presiden. Untuk melihat seberapa penting suatu peranan, maka kita harus
membayangkan “apa yang akan terjadi ketika suatu status dan peranan tidak ada
yang menduduki dan menjalankan (hilang) dari suatu masyarakat?”. Apa yang akan terjadi jika di negeri ini tidak
ada seorang presiden atau raja? Kemungkinan yang terburuknya adalah terjadinya
distabilitas politik antar masyarakat. Tapi meskipun begitu masyarakat akan
masih tetap survive (hidup). Berbeda halnya ketika tidak ada orang yang
mau menjadi petani, apa yang akan terjadi ketika di dunia ini tidak ada yang
menjadi petani? Apakah manusia akan tetap hidup? Oops,, sepertinya tidak, terkecuali
jika bahan makanan manusia beralih menjadi sesuatu yang mudah ditemukan batu,
tanah atau daging sesama manusia.
Berdasarkan paparan diatas, tentu saja status dan peranan sebagai
petani lebih penting dibanding status dan peranan presiden. Namun karena status
dan peranan sebagai presiden itu lebih langka, maka penghargaan yang di
dapatkannya lebih tinggi. Pada akhirnya status dan peranan yang jumlahnya
banyak atau mayoritas justeru dimarginalkan oleh status dan peranan yang
jumlahnya sedikit atau minoritas. Presiden dihargai tetapi petani justeru tidak
dihargai. Petani tidak diberi subsidi tetapi para pejabat justeru lebih banyak
mendapat subsidi lewat tunjangan-tunjangan sosial yang diberikan negara. Pelajar
studi tour bayar sendiri, tapi pejabat pengen studi tour dibayar
oleh negara. Menurut mereka itu adalah hal yang wajar, padahal hal tersebut
seharusnya aneh sekali dimana posisi sebagai pejabat pada hakikatnya adalah
sebagai pekerja bukan lagi pelajar. Adapun kekurangan ilmu yang dirasakan oleh
mereka tidak seharusnya dilimpahkan kepada negara tetapi kepada diri sendiri.
googd, sangat bermanfaat
ReplyDelete