Saturday 4 April 2015

Stratifikasi Sosial dan Marginalisasi Status-Peranan


Oleh : Trisna Nurdiaman
Stratifikasi sosial merupakan sebuah sistem pelapisan masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial. Salah satu teori yang terkenal menganai stratifikasi sosial adalah teori stratifikasi fungsional yang dikemukakan oleh Kingsley Davis dan Wilbert Moore (1945). Mereka memandang bahwa stratifikasi merupakan sesuatu hal yang universal dan diperlukan dalam masyarakat. Mereka berargumen bahwa tidak ada masyarakat yang pernah tidak terstratifikasi atau tidak berkelas secara total (George Ritzer, 2014:404). Menurut mereka stratifikasi sosial merupakan suatu “kebutuhan fungsional” bagi setiap masyarakat. Stratifikasi sosial terjadi karena adanya sesuatu hal yang dihargai dan suatu posisi dalam masyarakat yang dianggap lebih penting dibanding posisi-posisi yang lainnya.
Posisi yang berjenjang tinggi dalam suatu masyarakat mengharuskan para individu yang ada dalam posisi tersebut untuk memiliki kemampuan dan talenta yang tinggi. Masyarakat harus memberikan penghargaan-penghargaan yang cukup bagi posisi-posisi tersebut agar cukup banyak orang yang berusaha mendudukinya dan agar para individu yang pada akhirnya benar-benar mendudukinya akan bekerja dengan rajin (George Ritzer, 2014:404).
Proses terjadinya stratifikasi sosial tersebut terjadi secara perlahan dan dikembangkan secara tidak sadar oleh masyarakat. Meskipun dilakukan secara tidak sadar, proses terjadinya stratifikasi sosial tersebut tetap terjadi karena adanya suatu keadaan yang memaksa dan mengharuskan masyarakat untuk memberikan penghargaan dan penghormatan bagi suatu pekerjaan yang tidak bisa dilakukan oleh orang banyak.
Misalnya status dan peranan dokter dalam masyarakat yang tentu saja sangat penting bagi kesehatan masyarakat tersebut. Namun, untuk menjadi seorang dokter diperlukan kerja keras untuk memperoleh keahlian tersebut dan biaya pendidikan yang mahal. Tentu saja hal tersebut akan menghasilkan suatu kondisi dimana tidak semua orang mau berkorban demi menempati posisi tersebut. Oleh sebab itu, untuk memastikan agar ada orang yang mau menepati posisi tersebut, masyarakat harus memberikan penghargaan bagi mereka yang menempati posisi tersebut dengan cara memberikan prestise yang tinggi, gaji yang besar dan waktu luang yang memadai.
Konsep stratifikasi fungsional yang dikemukakan oleh Kingsley Davis dan Wilbert Moore merupakan sesuatu hal yang nyata dan benar-benar terjadi dalam masyarakat. Posisi-posisi yang sulit untuk dicapai karena membutuhkan pengorbanan yang besar secara tidak langsung membuat masyarakat terdorong untuk memberikan kedudukan yang lebih dibanding status-status yang lainnya. Akan tetapi, tentu saja struktur-stratifikasi sosial tersebut selain fungsional juga bersifat disfungsional bagi masyarakat sebagaimana konsep yang telah dikemukakan oleh Robert K. Merton. Suatu pranata atau institusi tertentu dapat fungsional bagi suatu unit sosial tertentu dan sebaliknya disfungsional bagi unit sosial yang lain (George Riter, 2014:22). Seberapa tinggi penghargaan yang diberikan terhadap suatu status tidak diukur oleh seberapa pentingperanan yang dijalankan, melainkan oleh seberapa susahstatus tersebut didapatkan. Hal tersebut berdampak pada terjadinya marjinalisasi status dan peranan yang banyak dijumpai atau tidak langka.
Memang cukup aneh apabila kita memperhatikan lebih jauh stratifikasi sosial yang terjadi di masyarakat. Hukum yang berlaku dalam stratifikasi sosial hampir mirip dengan hukum pasar bebas dimana mekanisme harga dipengaruhi oleh permintaan, penawaran dan kelangkaan. Suatu kedudukan yang memiliki harga (prestise) tinggi biasanya bersifat langka. Semakin tinggi suatu kedudukan maka semakin sedikit kuantitas / kuota yang ditawarkan oleh suatu sistem sosial dalam masyarakat. Kelangkaan status tersebut membuat harga dan prestise yang diberikan semakin tinggi. Tingginya penghargaan bagi status dan peranan yang langka tersebut membuat jumlah pemintaan untuk menduduki posisi tersebut berbanding sebaliknya dengan penawaran yang disediakan.
Misalnya antara PETANI dan PRESIDEN, mana diantara kedua status tersebut yang memiliki peranan lebih penting? Orang “Bodoh” mungkin mengatakan bahwa presidenlah yang lebih penting, namun pada kenyataannya justru petanilah yang menjalankan peranan yang lebih penting dibanding peranan presiden. Untuk melihat seberapa penting suatu peranan, maka kita harus membayangkan “apa yang akan terjadi ketika suatu status dan peranan tidak ada yang menduduki dan menjalankan (hilang) dari suatu masyarakat?”.  Apa yang akan terjadi jika di negeri ini tidak ada seorang presiden atau raja? Kemungkinan yang terburuknya adalah terjadinya distabilitas politik antar masyarakat. Tapi meskipun begitu masyarakat akan masih tetap survive (hidup). Berbeda halnya ketika tidak ada orang yang mau menjadi petani, apa yang akan terjadi ketika di dunia ini tidak ada yang menjadi petani? Apakah manusia akan tetap hidup? Oops,, sepertinya tidak, terkecuali jika bahan makanan manusia beralih menjadi sesuatu yang mudah ditemukan batu, tanah atau daging sesama manusia.
Berdasarkan paparan diatas, tentu saja status dan peranan sebagai petani lebih penting dibanding status dan peranan presiden. Namun karena status dan peranan sebagai presiden itu lebih langka, maka penghargaan yang di dapatkannya lebih tinggi. Pada akhirnya status dan peranan yang jumlahnya banyak atau mayoritas justeru dimarginalkan oleh status dan peranan yang jumlahnya sedikit atau minoritas. Presiden dihargai tetapi petani justeru tidak dihargai. Petani tidak diberi subsidi tetapi para pejabat justeru lebih banyak mendapat subsidi lewat tunjangan-tunjangan sosial yang diberikan negara. Pelajar studi tour bayar sendiri, tapi pejabat pengen studi tour dibayar oleh negara. Menurut mereka itu adalah hal yang wajar, padahal hal tersebut seharusnya aneh sekali dimana posisi sebagai pejabat pada hakikatnya adalah sebagai pekerja bukan lagi pelajar. Adapun kekurangan ilmu yang dirasakan oleh mereka tidak seharusnya dilimpahkan kepada negara tetapi kepada diri sendiri.




1 comments: