A.
Biografi Talcot Parson
Talcot Parson lahir pada tahuan 1902 di Spring, Colorado. Ia
berasal dari keluarga yang religius dan berintelektual. Ayahnya merupakan
seorang pendeta, profesor dan rektor di sebuah perguruan tinggi. Ia menempuh
pendidikan di Universitas Amherst, kemudian ia pindah ke Sekolah Ekonomi London
untuk mendapatkan gelar sarjananya. Setelah itu Parson pindah ke Heidelberg
Jerman untuk melanjutkan pendidikannya dan pemikirannya mendapat pengaruh dari
Max Weber hingga akhirnya dalam sebagian tulisan desertasinya berisi penjelasan
karya Weber.
Pada tahun 1927 ia mulai mengajar di Hardvard University hingga
akhir hayatnya (1979). Setelah karier akademisnya maju pesat, ia menjadi ketua
jurusan sosiologi pada tahun 1944. Dua tahun setelahnya ia mendirikan
Departemen Hubungan Sosial. Pada tahun
1949 ia terpilih menjadi presiden The American Sociological Association.
Karya terpentingnya adalah : The Structur of Social Action /
Struktur aksi sosial (1937), The Social System / Sistem Sosial
(1951), Toward a General Teori Action / Menuju Teori Umum Tentang
Perilaku (1971), dan The System of
Modern societies / Sistem Masyarakat Modern (1971).[1]
B.
Asumsi Pemikiran Talcot Parson
Graham Konloch mengemukakan beberapa asumsi pokok Talcot Parson masyarakat[2] :
1.
Ia
mengasumsikan sistem sosial memunculkan sui genesis, yaitu masyarakat
memiliki realitas independen untuk melintasi eksistensi individu sebagai suatu
sistem interaksi.
2.
Dalam suatu struktur sosial atau sub-sistem
masyarakat terdapat sejumlah fungsi utama yang mendasarinya (struktur mewakili
fungsi) atau problem sistem yang mendasarinya. Fungsi-fungsi tersebut terdiri
dari adaptation (organisasi perilaku – basis peran dan sistem ekonomi), goal
attainment (sistem kepribadian – basis pembedaan), integration
(sistem sosial yang didasarkan pada norma-norma yang mengikat individu dengan
masyarakatnya melalui integrasi normatif)
dan latency (pola pertahan – sistem budaya nilai-nilai dan
nilai-nilai generalisasi).
3.
Sistem
sosial sebaiknya terdiri dari empat subsistem yaitu : komunitas masyarakat (integration),
pola-pola pertahanan (latency), proses pemerintahan (goal attainment)
dan ekonomi (adaptation).
4.
Pandangan
masyarakat ini adalah didasarkan pada sifat hakiki sistem kehidupan pada semua
tingkatan organisasi dan perkembangan evolusioner.
5.
Parson
juga menganalogikan masyarakat sebagai sistem biologis natural.
6.
Akan
tetapi sistem tersebut tidak dipandang statis: daripada suatu kapasitas yang
dimilikinya untuk evolusi adaptif.
7.
Budaya
Kristen atau instrumen barat dipandang sebagai penggerak utama proses-proses
evolusi dan modernisasi masyarakat.
Sementara itu George Ritzer dalam bukunya Teori Sosiologi Modern
mengemukakan asumsi Parson yang kelihatannya lebih menempatkan keteraturan
masyarakat dibanding perubahan sosial, yaitu sebagai berikut :
1.
Sistem
memiliki keteraturan dan bagian-bagian yang tergantung.
2.
Sistem
cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan diri atau keseimbangan.
3.
Sistem
mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan teratur.
4.
Sifat
dasar bagian suatu sistem berpengaruh
terhadap bentuk bagian-bagian lain.
5.
Sistem
memelihara batas-batas dengan lingkungannya.
6.
Alokasi
integrasi merupakan proses fundamental yang diperlukan untuk memelihara
keseimbangan sistem.
7.
Sistem
cenderung menuju kearah pemeliharaan keseimbangan diri yang meliputi
pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-bagian dengan
keseluruhan sistem, mengendalikan lingkungan yang berbeda-beda dan mengendalikan kecenderungan untuk merubah
sistem dari dalam.
C.
Teori Struktural Fungsional Parson
Dalam fungsionalisme struktural Talcot Parson, terdapat empat
fungsi penting untuk semua sistem tindakan yang sering dikenal dengan
singkatana AGIL (Adaptation, Goeal Attainment, Integration dan Latncy.
Menurut Parson, agar suatu masyarakat bisa tetap survive maka di
dalamnya harus terdapat ke-empat fungsi tersebut. Skema desain AGIL yang
dibuatnya ini digunakan untuk analisis sistem teoritis disemua tingkatan.
Adaptation (adaptasi),
sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat.[3]
Artinya sebuah sistem yang ada pada masyarakat tersebut harus mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan tersebut dengan
kebutuhannya.
Goal Attainment (Pencapaian
Tujuan), Sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.[4]
Artinya sebuah sistem sosial yang ada dalam masyarakat akan tetap langgeng
selama pencapaian tujuan dari sistem sosial tersebut masih dapat terdefinisikan
oleh anggota masyarakatnya.
Integration (Integrasi),
Sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi
komponennya.[5]
Artinya sistem yang ada dimasyarakat tersebut harus mampu mengelola komponen
atau fungsi-fungsi penting yang lainnya. Menurutnya persayaratan utama bagi
terpeliharanya integrasi pola nilai di dalam sistem adalah proses sosialisasi
dan internalisasi yang kemudian menjadi bagian dari kedaran aktor mengabdi pada
kepentingan sistem sebagai satu kesatuan.
Latency (Pemeliharaan
pola) maksudnya sistem tersebut akan mungkin tetap survive jika sistem
itu mampu memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki dirinya baik berupa motivasi individu maupun
pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.
Ia juga menjelaskan konsep AGIL-nya melalui sistem struktur
tindakan yang meliputi organisme perilaku, sistem kepribadian, sistem sosial
dan sistem kultural. Organisme perilaku merupakan sistem tidakan yang
melaksanakan fungsi adaptasi dengan cara beradaptasi (menyesuaikan diri) dengan
lingkungan dan juga mengubah lingkungan eksternalnya. Sementara sistem
kepribadian berfungsi untuk melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan
menetapkan tujuan sistem dan memobilisasi sumberdaya untuk mencapainya.
Kemudian sistem sosial menanggulangi fungsi integrasi dengan
mengendalikan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Terakhir sistem
kultural melaksanakan fungsi pemeliharaan pola dengan cara menyediakan
seperangkat nilai dan norma yang memotivasi aktor untuk bertindak.[6]
Parson sendiri mendefinisikan sistem sosial sebagai sejumlah
aktor-aktor individual yang saling berinteraksi dalam situasi yang
sekurang-kurangnya mempunyai aspek lingkungan atau fisik, aktor-aktor yang
mempunyai motivasi dalam arti mempunyai kecenderungan untuk “mengoptimalkan
kepuasan”, yang berhubungan dengan situasi mereka didefinisikan dan
dimediasi dalam term sistem
simbol bersama yang terstruktur secara kultural. Definisi tersebut menekankan
beberapa konsep-konsep kunci (inti) dari pemikirannya yang meliputi aktor,
interkasi, lingkungan, optimalisasi, kepuasan dan kultur.
Parson melihat sistem sosial sebagai sebuah interaksi, namun ia
menggunakan status dan peran sebagai unit fundamental dalam studi sistem
sosialnya. Status mengacu terhadap suatu posisi struktural aktor dalam sistem
sosial. Sementara peran merupakan apa
yang harus dilakukan oleh aktor dalam posisi tersebut. Aktor tidak
dilihat dari sudut pikiran dan tindakan, tetapi dilihat dari beberapa status
dan peran yang dimilikinya. Disamping itu, ia juga memusatkan perhatian pada
komponen sistem sosial berskala luas seperti kolektivitas, nilai dan norma.
Perbedaan individual tidak akan menjadi problem dalam sistem sosial, jika
sistem sosial tersebut memberikan toleransi penyimpangan-penyimpangan tertentu,
kemudian adanya pengendalian sosial serta adanya ruang yang memungkinkan adanya
perbedaan kepribadian.
Parson mengemukakan beberapa persyaratan fungsional dari suatu
sistem sosial, yaitu :
1.
Sistem
sosial harus terstruktur (ditata) sedemikian rupa sehingga bisa beroperasi
dalam hubungan yang harmonis dengan sistem yang lainnya.
2.
Sistem
sosial harus mendapat dukungan dari sistem sosial yang lain untuk menjaga
kelangsungannya.
3.
Sistem
sosial harus mampu memenuhi kebutuhan para aktornya dalam proporsi yang
signifikan.
4.
Sistem
sosial harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para anggotanya.
5.
Sistem
sosial harus mampu mengendalikan perilaku yang berpotensi menggangu
kelangsungannya.
6.
Sitem
sosial memerlukan bahasa demi kelangsungannya.
Dia membedakan antara antara empat struktur atau subsistem dalam
masayarakat berdasarkan fungsi yang dilaksanakan dalam masyarakat yang
bersangkutan (AGIL). Ekonomi (economy) adalah subsistem yang
melaksanakan fungsi masyarakat menyesuaikan diri terhadap lingkungan melalui
tenaga kerja, produksi dan alokasi. Pemerintah (polity) melaksanakan
fungsi pencapaian tujuan dengan mengejar tujuan-tujuan kemasyarakatan serta
memobilisasi aktor dan sumberdaya untuk mencapai tujuan. Sistem fiduciary (contohnya
seperti sekolah, keluarga) menangani fungsi pemeliharaan pola (latency)
dengan cara menyebarkan kultur (value dan norm) kepada aktor
sehingga aktor menginternalisasikan kultur tersebut. Sementara fungsi integrasi
dilaksanakan oleh komunitas masyarakat yang mengkoordinasikan berbagai komponen
masyarakat, contohnya seperti hukum. Ia juga menambahkan bahwa
sepenting-pentingnya struktur lebih penting lagi sistem kultural bagi sistem
sosial.
Dalam pandangan Parson kultur merupakan kekuatan utama yang
mengikat berbagai unsur dunia sosial. Ia mendefinisikan kultur sebagai sistem
simbol yang terpola, teratur yang menjadi sasaran, orientasi aktor, aspek-aspek
kepribadian yang sudah terinternalisasikan, dan pola-pola yang sudah terlembaga
di dalam sistem sosial. Menurutnya kultur merupakan kekuatan utama yang
mengikat sistem tindakan dimana kultur menjadi penengah interaksi antara aktor,
menginteraksikan kepribadian serta menyatukan sistem sosial. Sistem sosial
terwujud dalam bentuk nilai dan norma yang diinternalisasikan dan dijadikan
sebagai kepribadian aktor.
Sistem kepribadian dalam pandangan Parson erat kaitannya dengan
personalitas ysng komponen dasarnya ialah “disposisi kebutuhan”. Disposisi
kebutuhan merupakan dorongan hati yang dibentuk oleh lingkungan sosial.[7]
Disposisi kebutuhan memaksa aktor menerima atau menolak objek yang tersedia
dalam lingkungan atau mencari objek baru bila objek yang tersedia tidak dapat
memuaskan disposisi kebutuhan secara memadai. Anggapan tersebut menimbulkan
citra aktor yang sangat pasif dimana tindakan yang dilakukan oleh mereka
dipaksa oleh dorongan hati yang didominasi oleh kultur.
Studi Parson mengenai perubahan sosial adalah mengenai teori
evolusi yang disebutnya dengan “paradigma perubahan evolusioner”. Komponen
utamanya adalah proses diferensiasi yang mana ia mengasumsikan bahwa
masyarakat tersusun dari sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya
maupun berdasarkan fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika
masyarakat berubah, subsistem baru terdiferensiasi. Intinya aspek esensial
dalam paradigma evolusioner parson adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri.
Asumsinya mengenai perubahan yang cenderung positif tersebut
membuatnya dianggpa sebagai teoritisi konservatif yang cenderung memusatkan
perhatiannya pada aspek positif dari perubahan sosial. Ia menganggap ketika
perubahan itu terjadi maka umumnya masyarakat itu tumbuh dengan kemampuan yang
lebih baik dalam menanggulangi masalah.
D.
Kritik Terhadap Teori Strukturalisme Fungsional Parson
1.
Teori
dan pandangan Talcot Parson dianggap sangat konservatif oleh penganut koflik
sosial Marxian karena terlalu berorientasi statis kepada keteraturan dalam
masyarakat dibanding perubahan sosial sehingga ia sempat mendapat kecaman keras
hingga akhirnya ia pun mencurahkan perhatiannya terhadap evolusi masyarakat. (sayap
sosiologi radikal Amerika Serikat).
2.
Robert
K. Merton salah satu murid dari Parson, ia mengkritik konsep fungsionalisme
struktural gurunya tersebut melalui konsep disfungsi-nya karena selama
ini Parson hanya memperhatikan aspek fungsional saja.. Sebagaiamana
suatu struktur sosial atau pranata sosial dapat menyumbangkan pemeliharan
fakta-fakta sosial lainnya, sebaliknya ia juga akibat-akibat yang bersifat
negatif. Ia menyatakan bahwa pranata sosial bisa fungsional bagi suatu unit
sosial tetapi bisa disfungsional bagi unit sosial yang lain.
3.
George
Ritzer[8]
menyatakan bahwa ke-empat sistem tindakan yang dikemukakan oleh Talcot Parson
(AGIL) sebenarnya tidak muncul dalam kehidupan nyata, namun tidak lebih dari
hanya sekedar peralatan analisis untuk menganalisis kehidupan nyata.
4.
Menurut
kami, terdapat kekaburan dalam penjelasan Parson mengenai hubungan dialektik
antara fungsi goal attainment yang dilaksanakan oleh “pemerintah” dengan
konsep “sistem kepribadian”. Konsep sistem kepribadian sendiri merujuk pada
sistem orientasi dan motivasi tindakan yang dibentuk oleh lingkungan sosial.
Konsep tersebut memunculkan citra aktor pasif yang mana mereka bertindak
berdasarkan dorongan hati yang didominasi oleh kultur.
E.
Analisis dan kesimpulan
Berikut
analisis kami mengenai teori struktural fungsional dari Talcot Parson :
1.
Latar
belakang kehidupan pendidikan Parson dari bidang biologi di Amhers dan Ekonomi
di London menjadikan pemikirannya berbau organisme biologis dan juga memasukan
ekonomi keladam teorinya. Hal itu dibuktikan dengan penekankan konsep adaptasi aspek
esensial dalam “paradigma perubahan evolusionernya” dan subsistem masyarakat
berdasarkan fungsi adaptasi oleh sistem ekonomi.
2.
Perpindahannya
ke Heidelberg Jerman membuat struktural fungsional mendapat pengaruh dari Max
Weber. Hal tersebut dibuktikan dengan konsep sistem struktur tindakannya.
Meskipun ia menganalisis sistem sosial, tetapi ia tidak mengabaikan masalah
hubungan antara aktor dengan struktur sosial.
3.
Asumsinya
mengenai kecenderungan masyarakat untuk bergerak ketitik keseimbangan (equilibrium)
membuatnya dianggap sebagai tokoh konservatif.[9]
4.
Parson
juga memandang bahwa sistem sosial masyarakat akan tetap survive selama
memiliki fungsi adaptation, goal attainment, integratin dan latency.
Namun, Ritzer memandang ke-empat fungsi tersebut sebagai alat analisis
kehidupan nyata saja.
5.
DAFTAR PUSTAKA
Ritzer, George. Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda,
terjemahan: Ali Ramdani, Jakarta: Rajawasli Pers, 2014
Kinloch, Graham C. Perkembangan dan Paradigma Utama Teori
Sosiologi, Bandung: Pustaka Setia, 2009
Ritzer, George. Teori Sosiologi Modern, terjemahan
Alimandan, Jakarta : Kencana Prana Media Group, 2012
[1]
Graham C. Kinloch, Perkembangan dan Paradigma Utama Teori Sosiologi,
Bandung: Pustaka Setia, 2009, hlm. 188
[2] Loc.cit
[3] George
Ritzer, Teori Sosiologi Modern, terjemahan Alimandan, Jakarta : Kencana
Prana Media Group, 2012, hlm. 121
[4] Loc.Cit
[5] Loc.
Cit
[7] George
Ritzer, Op.cit, hlm. 131
[8] George
Ritzer, Op.cit, hlm. 124
[9] Dalam
KBBI diartikan dengan : kolot, bersikap mempertahankan
keadaan, kebiasaan dan tradisi yang berlaku.
0 comments:
Post a Comment