Saturday 25 April 2015

Makalah Struktural Fungsional Talcot Parson


PEMBAHASAN

A.    Biografi Talcot Parson
Talcot Parson lahir pada tahuan 1902 di Spring, Colorado. Ia berasal dari keluarga yang religius dan berintelektual. Ayahnya merupakan seorang pendeta, profesor dan rektor di sebuah perguruan tinggi. Ia menempuh pendidikan di Universitas Amherst, kemudian ia pindah ke Sekolah Ekonomi London untuk mendapatkan gelar sarjananya. Setelah itu Parson pindah ke Heidelberg Jerman untuk melanjutkan pendidikannya dan pemikirannya mendapat pengaruh dari Max Weber hingga akhirnya dalam sebagian tulisan desertasinya berisi penjelasan karya Weber.
Pada tahun 1927 ia mulai mengajar di Hardvard University hingga akhir hayatnya (1979). Setelah karier akademisnya maju pesat, ia menjadi ketua jurusan sosiologi pada tahun 1944. Dua tahun setelahnya ia mendirikan Departemen Hubungan Sosial.  Pada tahun 1949 ia terpilih menjadi presiden The American Sociological Association.
Karya terpentingnya adalah : The Structur of Social Action / Struktur aksi sosial (1937), The Social System / Sistem Sosial (1951),  Toward a General  Teori Action / Menuju Teori Umum Tentang Perilaku (1971),  dan The System of Modern societies / Sistem Masyarakat Modern (1971).[1]

B.     Asumsi Pemikiran Talcot Parson
Graham Konloch mengemukakan beberapa asumsi pokok Talcot Parson masyarakat[2] :
1.      Ia mengasumsikan sistem sosial memunculkan sui genesis, yaitu masyarakat memiliki realitas independen untuk melintasi eksistensi individu sebagai suatu sistem interaksi.
2.       Dalam suatu struktur sosial atau sub-sistem masyarakat terdapat sejumlah fungsi utama yang mendasarinya (struktur mewakili fungsi) atau problem sistem yang mendasarinya. Fungsi-fungsi tersebut terdiri dari adaptation (organisasi perilaku – basis peran dan sistem ekonomi), goal attainment (sistem kepribadian – basis pembedaan), integration (sistem sosial yang didasarkan pada norma-norma yang mengikat individu dengan masyarakatnya melalui integrasi normatif)  dan latency (pola pertahan – sistem budaya nilai-nilai dan nilai-nilai generalisasi).
3.      Sistem sosial sebaiknya terdiri dari empat subsistem yaitu : komunitas masyarakat (integration), pola-pola pertahanan (latency), proses pemerintahan (goal attainment) dan ekonomi (adaptation).
4.      Pandangan masyarakat ini adalah didasarkan pada sifat hakiki sistem kehidupan pada semua tingkatan organisasi dan perkembangan evolusioner.
5.      Parson juga menganalogikan masyarakat sebagai sistem biologis natural.
6.      Akan tetapi sistem tersebut tidak dipandang statis: daripada suatu kapasitas yang dimilikinya untuk evolusi adaptif.
7.      Budaya Kristen atau instrumen barat dipandang sebagai penggerak utama proses-proses evolusi dan modernisasi masyarakat.
Sementara itu George Ritzer dalam bukunya Teori Sosiologi Modern mengemukakan asumsi Parson yang kelihatannya lebih menempatkan keteraturan masyarakat dibanding perubahan sosial, yaitu sebagai berikut :
1.      Sistem memiliki keteraturan dan bagian-bagian yang tergantung.
2.      Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan diri atau keseimbangan.
3.      Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan teratur.
4.      Sifat dasar bagian suatu sistem  berpengaruh terhadap bentuk bagian-bagian lain.
5.      Sistem memelihara batas-batas dengan lingkungannya.
6.      Alokasi integrasi merupakan proses fundamental yang diperlukan untuk memelihara keseimbangan sistem.
7.      Sistem cenderung menuju kearah pemeliharaan keseimbangan diri yang meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-bagian dengan keseluruhan sistem, mengendalikan lingkungan yang berbeda-beda  dan mengendalikan kecenderungan untuk merubah sistem dari dalam.

C.    Teori Struktural Fungsional Parson
Dalam fungsionalisme struktural Talcot Parson, terdapat empat fungsi penting untuk semua sistem tindakan yang sering dikenal dengan singkatana AGIL (Adaptation, Goeal Attainment, Integration dan Latncy. Menurut Parson, agar suatu masyarakat bisa tetap survive maka di dalamnya harus terdapat ke-empat fungsi tersebut. Skema desain AGIL yang dibuatnya ini digunakan untuk analisis sistem teoritis disemua tingkatan.
Adaptation (adaptasi), sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat.[3] Artinya sebuah sistem yang ada pada masyarakat tersebut harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan tersebut dengan kebutuhannya.
Goal Attainment (Pencapaian Tujuan), Sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.[4] Artinya sebuah sistem sosial yang ada dalam masyarakat akan tetap langgeng selama pencapaian tujuan dari sistem sosial tersebut masih dapat terdefinisikan oleh anggota masyarakatnya.
Integration (Integrasi), Sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya.[5] Artinya sistem yang ada dimasyarakat tersebut harus mampu mengelola komponen atau fungsi-fungsi penting yang lainnya. Menurutnya persayaratan utama bagi terpeliharanya integrasi pola nilai di dalam sistem adalah proses sosialisasi dan internalisasi yang kemudian menjadi bagian dari kedaran aktor mengabdi pada kepentingan sistem sebagai satu kesatuan.
Latency (Pemeliharaan pola) maksudnya sistem tersebut akan mungkin tetap survive jika sistem itu mampu memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki  dirinya baik berupa motivasi individu maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.
Ia juga menjelaskan konsep AGIL-nya melalui sistem struktur tindakan yang meliputi organisme perilaku, sistem kepribadian, sistem sosial dan sistem kultural. Organisme perilaku merupakan sistem tidakan yang melaksanakan fungsi adaptasi dengan cara beradaptasi (menyesuaikan diri) dengan lingkungan dan juga mengubah lingkungan eksternalnya. Sementara sistem kepribadian berfungsi untuk melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan sistem dan memobilisasi sumberdaya untuk mencapainya. Kemudian sistem sosial menanggulangi fungsi integrasi dengan mengendalikan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Terakhir sistem kultural melaksanakan fungsi pemeliharaan pola dengan cara menyediakan seperangkat nilai dan norma yang memotivasi aktor untuk bertindak.[6]
Parson sendiri mendefinisikan sistem sosial sebagai sejumlah aktor-aktor individual yang saling berinteraksi dalam situasi yang sekurang-kurangnya mempunyai aspek lingkungan atau fisik, aktor-aktor yang mempunyai motivasi dalam arti mempunyai kecenderungan untuk “mengoptimalkan kepuasan”, yang berhubungan dengan situasi mereka didefinisikan dan dimediasi  dalam term sistem simbol bersama yang terstruktur secara kultural. Definisi tersebut menekankan beberapa konsep-konsep kunci (inti) dari pemikirannya yang meliputi aktor, interkasi, lingkungan, optimalisasi, kepuasan dan kultur.
Parson melihat sistem sosial sebagai sebuah interaksi, namun ia menggunakan status dan peran sebagai unit fundamental dalam studi sistem sosialnya. Status mengacu terhadap suatu posisi struktural aktor dalam sistem sosial. Sementara peran merupakan apa  yang harus dilakukan oleh aktor dalam posisi tersebut. Aktor tidak dilihat dari sudut pikiran dan tindakan, tetapi dilihat dari beberapa status dan peran yang dimilikinya. Disamping itu, ia juga memusatkan perhatian pada komponen sistem sosial berskala luas seperti kolektivitas, nilai dan norma. Perbedaan individual tidak akan menjadi problem dalam sistem sosial, jika sistem sosial tersebut memberikan toleransi penyimpangan-penyimpangan tertentu, kemudian adanya pengendalian sosial serta adanya ruang yang memungkinkan adanya perbedaan kepribadian.
Parson mengemukakan beberapa persyaratan fungsional dari suatu sistem sosial, yaitu :
1.      Sistem sosial harus terstruktur (ditata) sedemikian rupa sehingga bisa beroperasi dalam hubungan yang harmonis dengan sistem yang lainnya.
2.      Sistem sosial harus mendapat dukungan dari sistem sosial yang lain untuk menjaga kelangsungannya.
3.      Sistem sosial harus mampu memenuhi kebutuhan para aktornya dalam proporsi yang signifikan.
4.      Sistem sosial harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para anggotanya.
5.      Sistem sosial harus mampu mengendalikan perilaku yang berpotensi menggangu kelangsungannya.
6.      Sitem sosial memerlukan bahasa demi kelangsungannya.

Dia membedakan antara antara empat struktur atau subsistem dalam masayarakat berdasarkan fungsi yang dilaksanakan dalam masyarakat yang bersangkutan (AGIL). Ekonomi (economy) adalah subsistem yang melaksanakan fungsi masyarakat menyesuaikan diri terhadap lingkungan melalui tenaga kerja, produksi dan alokasi. Pemerintah (polity) melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan mengejar tujuan-tujuan kemasyarakatan serta memobilisasi aktor dan sumberdaya untuk mencapai tujuan. Sistem fiduciary (contohnya seperti sekolah, keluarga) menangani fungsi pemeliharaan pola (latency) dengan cara menyebarkan kultur (value dan norm) kepada aktor sehingga aktor menginternalisasikan kultur tersebut. Sementara fungsi integrasi dilaksanakan oleh komunitas masyarakat yang mengkoordinasikan berbagai komponen masyarakat, contohnya seperti hukum. Ia juga menambahkan bahwa sepenting-pentingnya struktur lebih penting lagi sistem kultural bagi sistem sosial.
Dalam pandangan Parson kultur merupakan kekuatan utama yang mengikat berbagai unsur dunia sosial. Ia mendefinisikan kultur sebagai sistem simbol yang terpola, teratur yang menjadi sasaran, orientasi aktor, aspek-aspek kepribadian yang sudah terinternalisasikan, dan pola-pola yang sudah terlembaga di dalam sistem sosial. Menurutnya kultur merupakan kekuatan utama yang mengikat sistem tindakan dimana kultur menjadi penengah interaksi antara aktor, menginteraksikan kepribadian serta menyatukan sistem sosial. Sistem sosial terwujud dalam bentuk nilai dan norma yang diinternalisasikan dan dijadikan sebagai kepribadian aktor.
Sistem kepribadian dalam pandangan Parson erat kaitannya dengan personalitas ysng komponen dasarnya ialah “disposisi kebutuhan”. Disposisi kebutuhan merupakan dorongan hati yang dibentuk oleh lingkungan sosial.[7] Disposisi kebutuhan memaksa aktor menerima atau menolak objek yang tersedia dalam lingkungan atau mencari objek baru bila objek yang tersedia tidak dapat memuaskan disposisi kebutuhan secara memadai. Anggapan tersebut menimbulkan citra aktor yang sangat pasif dimana tindakan yang dilakukan oleh mereka dipaksa oleh dorongan hati yang didominasi oleh kultur.
Studi Parson mengenai perubahan sosial adalah mengenai teori evolusi yang disebutnya dengan “paradigma perubahan evolusioner”. Komponen utamanya adalah proses diferensiasi yang mana ia mengasumsikan bahwa masyarakat tersusun dari sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun berdasarkan fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika masyarakat berubah, subsistem baru terdiferensiasi. Intinya aspek esensial dalam paradigma evolusioner parson adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri.
Asumsinya mengenai perubahan yang cenderung positif tersebut membuatnya dianggpa sebagai teoritisi konservatif yang cenderung memusatkan perhatiannya pada aspek positif dari perubahan sosial. Ia menganggap ketika perubahan itu terjadi maka umumnya masyarakat itu tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik dalam menanggulangi masalah.

D.    Kritik Terhadap Teori Strukturalisme Fungsional Parson
1.      Teori dan pandangan Talcot Parson dianggap sangat konservatif oleh penganut koflik sosial Marxian karena terlalu berorientasi statis kepada keteraturan dalam masyarakat dibanding perubahan sosial sehingga ia sempat mendapat kecaman keras hingga akhirnya ia pun mencurahkan perhatiannya terhadap evolusi masyarakat. (sayap sosiologi radikal Amerika Serikat).
2.      Robert K. Merton salah satu murid dari Parson, ia mengkritik konsep fungsionalisme struktural gurunya tersebut melalui konsep disfungsi-nya karena selama ini Parson hanya memperhatikan aspek fungsional saja.. Sebagaiamana suatu struktur sosial atau pranata sosial dapat menyumbangkan pemeliharan fakta-fakta sosial lainnya, sebaliknya ia juga akibat-akibat yang bersifat negatif. Ia menyatakan bahwa pranata sosial bisa fungsional bagi suatu unit sosial tetapi bisa disfungsional bagi unit sosial yang lain.
3.      George Ritzer[8] menyatakan bahwa ke-empat sistem tindakan yang dikemukakan oleh Talcot Parson (AGIL) sebenarnya tidak muncul dalam kehidupan nyata, namun tidak lebih dari hanya sekedar peralatan analisis untuk menganalisis kehidupan nyata.
4.      Menurut kami, terdapat kekaburan dalam penjelasan Parson mengenai hubungan dialektik antara fungsi goal attainment yang dilaksanakan oleh “pemerintah” dengan konsep “sistem kepribadian”. Konsep sistem kepribadian sendiri merujuk pada sistem orientasi dan motivasi tindakan yang dibentuk oleh lingkungan sosial. Konsep tersebut memunculkan citra aktor pasif yang mana mereka bertindak berdasarkan dorongan hati yang didominasi oleh kultur.

E.     Analisis dan kesimpulan
Berikut analisis kami mengenai teori struktural fungsional dari Talcot Parson :
1.      Latar belakang kehidupan pendidikan Parson dari bidang biologi di Amhers dan Ekonomi di London menjadikan pemikirannya berbau organisme biologis dan juga memasukan ekonomi keladam teorinya. Hal itu dibuktikan dengan penekankan konsep adaptasi aspek esensial dalam “paradigma perubahan evolusionernya” dan subsistem masyarakat berdasarkan fungsi adaptasi oleh sistem ekonomi.
2.      Perpindahannya ke Heidelberg Jerman membuat struktural fungsional mendapat pengaruh dari Max Weber. Hal tersebut dibuktikan dengan konsep sistem struktur tindakannya. Meskipun ia menganalisis sistem sosial, tetapi ia tidak mengabaikan masalah hubungan antara aktor dengan struktur sosial.
3.      Asumsinya mengenai kecenderungan masyarakat untuk bergerak ketitik keseimbangan (equilibrium) membuatnya dianggap sebagai tokoh konservatif.[9]
4.      Parson juga memandang bahwa sistem sosial masyarakat akan tetap survive selama memiliki fungsi adaptation, goal attainment, integratin dan latency. Namun, Ritzer memandang ke-empat fungsi tersebut sebagai alat analisis kehidupan nyata saja.



5.       
DAFTAR PUSTAKA

Ritzer, George. Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda, terjemahan: Ali Ramdani, Jakarta: Rajawasli Pers, 2014
Kinloch, Graham C. Perkembangan dan Paradigma Utama Teori Sosiologi, Bandung: Pustaka Setia, 2009
Ritzer, George. Teori Sosiologi Modern, terjemahan Alimandan, Jakarta : Kencana Prana Media Group, 2012




[1] Graham C. Kinloch, Perkembangan dan Paradigma Utama Teori Sosiologi, Bandung: Pustaka Setia, 2009, hlm. 188
[2] Loc.cit
[3] George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, terjemahan Alimandan, Jakarta : Kencana Prana Media Group, 2012, hlm. 121
[4] Loc.Cit
[5] Loc. Cit

[7] George Ritzer, Op.cit, hlm. 131
[8] George Ritzer, Op.cit, hlm. 124
[9] Dalam KBBI diartikan dengan : kolot, bersikap mempertahankan keadaan, kebiasaan dan tradisi yang berlaku.

0 comments:

Post a Comment